Sebelum Pacitan diberi wewenang menjadi Daerah Kadipaten, ada 3 Bekel sebelum menjadi Desa Kedungbendo, Yaitu Bekel Banyuanget yang memiliki wilayah Banyuanget, Jati, dan Kedunggrombyang. Yang kedua Bekel krajan yang memiliki wilayah Krajan dan Ngasem. Yang Ketiga Bekel Pradah yang memiliki wilayah Pradah dan Gupit.
Suatu bukti sekarang, bahwa sawah bengkok ganjaran Perangkat Desa maupun Tanah Gogol masyarakat yang berada di Bekel tersebut terletak diwilayah Bekel masing-masing, dimana masing masing Bekel memiliki pimpinan yang disebut lurah, dan saat itu ada Lurah Banyuanget, Lurah Krajan dan Lurah Pradah.
Sejarah berjalan terus. Bersamaan pindahnya Kraton Mataram, dari Kartosuro di Pindah ke Solo Surakarta pada tahun 1745, Pacitan diberi wewenang menjadi Kadipaten dengan Adipati NOTO PURO sebagai Bupati Pacitan yang pertama. Makan beliau terletak di Dusun Karang Desa Kembang, Kecamatan Pacitan.
Dengan adanya Pacitan diberi kekuasaan sebagai Kadipaten, maka Bekel-bekel yang ada di gabung menjadi satu dan diberi nama Kademangan Kedungbendo, pada saat itu dipimpin seorang Demang yaitu Ki DANU ATMODJO. Setelah beliau wafat dan dimakamkan di Dusun Ngasem. Kakak dari Ki Demang DANU ATMODJO diperistrikan oleh Lurah Bekel Banyuanget yang ke empat bernama Ki TIRTO WIDJOYO. Istri dari ki Demang DANU ATMODJO adalah adik dari lurah Bekel Pradah. Pada zaman perang Diponegoro melawan penjajahan Belanda Pada Tahun 1825-1830, Pangeran DIPONEGORO beserta pengikutnya memiliki siasat Perang Gerilya., dan Belanda menggunakan siasat mendirikan Benteng Stelsel dimana daerah yang di dudukinya.
Terbukti Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan dulu sebenarnya benteng yang bertuliskan pada Gapuro Besarnya 1833, pada tahun 1830 belanda mengajak berunding PANGERAN DIPONEGORO di panggil ke Magelang untuk berunding ternyata Pangeran Diponegoro ditangkap dan dilucuti senjatanya serta diasingkan ke Menado, dan dipindah ke Makassar dan wafat disan. Dengan kejadian itu para pengikutnya yang berada di Pacitan tetap berjuang sampai masuk ke pedalaman dan diantaranya EYANG GUSTI TEMBAYAT dan KYAI DAMUK .
EYANG GUSTI TEMBAYAT bertempat di perdikan Ngasem adapun KYAI DAMUK di Perdikan Gading Karang Sudo yang sekarang mejadi Desa Mangunharjo. Merupakan suatu bukti bahwa EYANG GUSTI TEMBAYAT selaku pengikut PANGERAN DIPONEGORO juga sebagai penyiar agama Islam , babat di suatu wilayah di Perdikan Ngasem sebagai cikal bakal. Menurut cerita pada zamanya keduanya adu kesaktian dengan menggunakan lesung yang di adu di sebuah Telaga sebelum kedung Gupit jebol.
Kembali pada Kademangan Kedungbendo, pada zaman penjajahan oleh Belanda nama Kademangan diganti nama “ DESA KEDUNGBENDO” , kata Kedungbendo ada cerita bahwa di lokasi Nglowok mengalir sebuah Sungai dan disitu ada kedungnya ( Sekarang Sungai Grindulu ) . diatas kedung itu ada pohon Bendo yang sangat besar , pohon itu sampai di pergunakan untuk berlindung da serangan penjajah Belanda , maka Istilah Kedungbendo mengambil kata Kedung dan pohon Bendo menjadi KEDUNGBENDO
Desa Kedungbendo terdiri dari 7 Dusun dan dipimpin seorang Kepala Dusun Yaitu ;
- Dusun Krajan Kepala Dusun TOLU (Sekarang)
- Dusun Pradah Kepala Dusun SUYONO (Sekarang)
- Dusun Ngasem Kepala Dusun IMAM HARMADI (Sekarang)
- Dusun Banyuanget Kepala Dusun SUKIMAN (Sekarang)
- Dusun Jati Kepala Dusun BUDI SANTOSO (Sekarang)
- Dusun Kedunggrombyang Kepala Dusun TUMADI (Sekarang)
- Dusun Gupit Kepala Dusun JIKAN (Sekarang)
Adapun Pejabat yang pernah memimpin Desa Kedungbendo
- KARTO ADMODJO Sejak Tahun 1931 s/d Tahun 1979
- SOEBAGYO Sejak Tahun 1981 s/d Tahun 1999
- BAMBANG PRASTOWO Sejak Tahun 1999 s/d Tahun 2013
- BAMBANG SULISTYO Sejak Tahun 2013 s/d Tahun 2017
- SUGIANTO Sejak Tahun 2017 s/d Sekarang
Demikian Sejarah Singkat Desa Kedungbendo, apabila terdapat kekeliruan akan kami update secepatnya.
Terima Kasih